SELAMAT JALAN YA
ABI....(Sebuah kisah nyata)
Ruang tunggu
klinik itu masih penuh pengunjung. Aku duduk di salah satu sudut
bersebelahan dengan seorang wanita seusiaku. Rasa letih yang amat sangat
dan linunya persendian ditingkah pula oleh pening di kepala yang
semakin terasa berat. Wangi parfum dari wanita muda di sebelahku
menghentak-hentak rasa mual dalam perut ini. Syukurlah namaku segera
dipanggil oleh seorang perawat yang manis. Segera aku masuk ke ruang
kerja dokter. Seraut wajah tegar menyambutku dengan senyum tipis. Aku
pun duduk di kursi seberang meja berhadapan dengannya.
" Nyonya A ?" tanyanya. Aku mengiyakan. " Saya sudah lihat hasil laboratoriumnya , nyonya positif." Lanjutnya pula." Bagaimana dok ?" tanyaku berharap ketegasan. " Anda hamil." Disebutkannya usia kandunganku yang rupanya sedang dalam masa emesis.Oh alangkah sulitnya kuungkapkan perasaan hatiku ketika itu. Bertahun-tahun aku menantikannya.
" Nyonya A ?" tanyanya. Aku mengiyakan. " Saya sudah lihat hasil laboratoriumnya , nyonya positif." Lanjutnya pula." Bagaimana dok ?" tanyaku berharap ketegasan. " Anda hamil." Disebutkannya usia kandunganku yang rupanya sedang dalam masa emesis.Oh alangkah sulitnya kuungkapkan perasaan hatiku ketika itu. Bertahun-tahun aku menantikannya.
Tuhanku, hanya sebaris kalimat syukur meluncur
dari bibirku yang bergetar menahan haru. Dengan cermatnya sang dokter
memeriksaku. Sedemikian telitinya hingga aku merasa begitu lama waktu
merayap. Akhirnya dokter yang cekatan itu mengatakan bahwa keadaanku
normal-normal saja. Begitu pula janin yang kukandung. Diberinya aku
resep vitamin dan pelancar metabolisme. Aku pulang dengan rasa bahagia
yang tak terkata. Hilang rasa letihku. Hilang segala rasa sakit dalam
tubuhku terhapus oleh rasa bahagia menyadari hadirnya buah hati dalam
rahimku.
Setiba di rumah,
kutumpahkan rasa bahagiaku dalam sujud syukur di hadapan Yang Maha
Tinggi.Sungguh karunia-Nya tak pernah putus-putusnya menyirami
hidupku.Ilahi, kalau bukan karena Engkau tak mungkin kukenal shalat, tak
mungkin kukenal hidayah dan ni’matnya beribadah kepada Engkau. Segala
puji hanyalah bagi-Mu.Suamiku,Kunantikan engkau pulang dengan hati
girang. Ingin kukabarkan segera berita gembira ini. Kutahu telah sekian
lama kau nantikan berita ini terucap dari bibirku. Aku pun hampir tak
sabar menanti.Namun hingga senja hari lewat kau belum juga kembali.
Hidangan yang telah kusiapkan mulai menjadi
dingin. Kuhibur hatiku barangkali engkau sedang menghadapi banyak
pekerjaan. Kusibukkan pikiranku dengan tadarus Qur’an dan wirid
ma’thurat. Semoga engkau tetap dalam lindungan Allah.Menjelang Isha
barulah engkau pulang. Dalam kepenatan kutangkap kilatan cahaya dari
sepasang matamu yang teduh. Bersinar kemilau namun sulit untuk
kutafsirkan. Lalu dengan lembut engkau minta maaf karena terlambat
pulang. Ada urusan penting rupanya hingga engkau tertahan sekian lama.
Buatku sendiri, melihat dirimu saja sudah cukup menenteramkan
perasaanku, menghapus penantian yang terasa amat panjang. Hanya saja
melihat engkau letih begitu, kuurungkan niatku untuk menyampaikan berita
itu. Biarlah kutunggu hingga hilang penatmu, kunanti hingga engkau
segar kembali …
Usai shalat
‘isha berjamaah, engkau mengajakku berbicara. Ketika itu fahamlah aku
kilat bahagia apa yang bersinar di matamu saat kau pulang tadi. Ini
adalah momen yang sangat penting dalam hidupku. Dapat kurasakan
kebahagiaanmu dan akupun bahagia pula karenanya. Namun, tiba-tiba serasa
ada yang menghentak dalam dadaku. Sesungguhnya apa yang kau katakan
adalah ikrar dan cita-cita kita sejak lama. Tetapi saat ini aku
merasakannya sebagai sesuatu yang teramat berat. Aku memerlukan segunung
ketabahan dan kekuatan iman !Perasaan manusiawiku kepadamu sungguh tak
dapat kugambarkan bagaimana. Meski begitu aku menyadari kecintaan kepada
Allah harus kutempatkan di atas segalanya. Apa yang ada padaku saat ini
bukanlah milikku.
Karunia Allah
sajalah yang membuatkku dapat merasakan ni’matnya iman dan islam di
sisimu. Dan kini, mestikah kutahan-tahan apa yang bukan milikku ketika
Sang Pemilik memintanya ?Tetapi, haruskan kulepaskan kebahagiaan yang
baru saja kurasakan ? Haruskah ???Suara gemuruh bertalu-talu seperti
hendak memecahkan dadaku. Bertarung antara suara hati nuraniku melawan
emosi dan nafsu. Antara keikhlasan dalam cinta kepada-Nya dan cinta
manusiawiku kepada suami dan anakku yang belum lagi terlahir.Ilahi,
mestikah aku kehilangan saat-saat bahagia yang tengah kugenggam dengan
merelakan suamiku pergi yang entah kapan akan kembali atau bahkan tidak
akan pernah kembali lagi ...?Dan anakku, ia akan menjadi yatim sebelum
sempat memandang wajah ayahnya.Lalu, bagaimanakah akan kuhadapi hidup
ini tanpa dirinya lagi, tanpa bimbingan dan perlindungannya ?Sanggupkah
aku ???Di puncak pergulatan batin, saat itulah gelegar dahsyat
menghentikan bisikan iblis dalam batinku bagai suara guntur mengatasi
gemuruh hujan………..
" Dan di
antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya……""
Katakanlah : jika bapak-bapakmu, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya
dan jihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasiq…
"Bagai canon
menghancurkan dinding konstantinopel, rontoklah bayang-bayang ego-ku.
Batu karang di lautan jiwa ini luruh berkeping-keping. Aku tersadar
dalam pemahaman yang segar tentang hakikat cinta.Ya Allah, wahai
Kekasih, asal Engkau tidak tinggalkan aku dalam lautan cinta ini, asal
Engkau tidak murka padaku, aku tidak peduli !Hanya keselamatan dari-Mu
lebih melapangkan hati hamba-Mu ini. Aku berlindung dengan nur wajah-Mu
yang menerangi kegelapan dan menjamin kebaikan di dunia dan akhirat dari
amarah-Mu yang akan menimpa diriku dan murka-Mu yang akan
membinasakanku.
Kumohon
ridha-Mu sampai kuperolehnya.Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu
juga …….Ada rasa lapang di dada. Kubiarkan hawa kepasrahan mengisi
paru-paru. Duka kali ini terasa begitu manis. Ada rasa sesak yang
terangkat ketika malaikat membukakan pintu langit. Saat kau bertanya
bagaimana pendapatku; dengan mantap kukatakan padamu :" Bukankah sejak
kita menikah telah kita ikrarkan bahwa perkawinan ini adalah bagian dari
perjuangan ? Telah kita tetapkan syahid di atas keingininan yang
lainnya, ingatkah kau ?Kini, apakah aku akan menghalangimu untuk
menggapai cita-cita kita itu ?
Tidak,
bang Jundi. Karunia Allah yang diberikan kepada kita dalam Iman dan
Islam jauh lebih besar ketimbang pengorbanan yang harus kita lakukan
saat ini. Benar, kasihku padamu tak terhingga besarnya. Namun itu semua
karena cinta kepada Allah jua. Berangkatlah, bang. Insha Allah saya akan
tabah. Hanya saja tolong doakan agar saya teguh hati meniti perjalanan
hidup ini hingga Allah mempertemukan kita kembali di akhirat kelak….
"Usai berkata begitu kumintakan maafmu
kalau-kalau selama kita bersama terdapat sikapku yang kurang kau sukai.
Engkau hadiahi aku dengan senyum penuh makna. Takjub aku akan akhlakmu.
Engkau begitu memuliakanku selama ini padahal aku bukanlah orang yang
pantas menerima kehormatan seperti itu. Pedih hati ini mengingat
cacat-celaku, namun terobat perasaanku ketika engkau katakan bahwa
engkau sangat berharap doa dariku.Malam merayap perlahan. Rembulan
tersenyum lembut ketika kusibak tirai jendela kamar. Aku masih terjaga
ketika engkau telah terlelap dalam letihmu setelah seharian bekerja.
Dalam hening kutatap wajahmu, kukirim sebait
doa yang tumpas di kesunyian.Suamiku, sungguh kasih sayang Allah yang
tak terhingga ketika mempertemukanmu kepadaku sebagai suami yang begitu
bersih buatku. Ketika itu aku tengah tersaruk-saruk meninggalkan
masa-masa kebodohan. Tanganku menggapai-gapai mencari pokok tempat
bergantung. Ketika itulah atas takdir Allah tangan kokohmu menyambutku,
membimbingku dari alam ketidakpastian ke dalam cahaya Islam yang
cemerlang. Kaubawa aku dalam hidup penuh makna di bawah bimbingan
rabbanimu. Kauluruskan cara berfikir, berasa dan bertindakku selaras
dien yang hanif ini.Lalu kau arahkan aku agar dapat berjalan
sendiri.Hidup bersamamu bukannya dalam taburan madu. Aku sering kau
tinggalkan ketika tugas mewajibkanmu untuk pergi. Namun itulah cara
terbaik bagiku. Dengan begitu sandaranku kepada Allah menjadi lebih
kokoh. Dan kini kau akan meninggalkanku untuk cita-cita tertinggimu.
Firasatku mengatakan kau tak akan kembali ….
Sesaat aku teringat anak kita. Ah anak kita.
Aku belum sempat lagi mengabarkannya kepadamu. Semoga ia mewarisi sifat
baikmu. Apakah yang harus kuperbuat kini ?Dalam doa yang kudus kumohon
pertolongan dari-Nya. Kuhapus air mata yang menetes agar tak sempat
terlihat olehmu.
Namun, ikatan
batin kita demikian kuatnya, melampaui dimensi ruang dan waktu,
mengatasi mimpi indah yang mengabarkan suara hati dari lubuk jantung
yang paling dalam.Tiba-tiba saja engkau terjaga dari lelapmu. " Adakah
yang ingin dinda katakan ?" suaramu lirih seperti desir angin menyibak
padang ilalang.Mestikah kukatakan kepadamu tentang si kecil yang denyut
kehidupannya mulai berlagu dalam rahimku ?Wahai suamiku, bukan aku ragu
akan keteguhanmu bila mendengar kabar ini sebab aku percaya engkau
seorang yang istiqamah. Hanya saja aku ingin menutup serapat mungkin
pintu fitnah yang dapat kutimbulkan terhadapmu dariku dan anak kita …..
Tetapi dapatkah kusembunyikan hal ini darimu ?
Apakah keterjagaanmu merupakan isyarat dari Allah? Dan bukankah inipun
merupakan satu bentuk ujian dari-Nya ?Kudekati dirimu. " Bang Jundi."
Panggilku. " Janganlah apa yang akan saya sampaikan ini menjadikan
penghalang dari langkah yang telah abang putuskan."Engkau tersenyum
tanpa mengurangi perhatianmu akan kata-kataku." Insha Allah sepeninggal
abang nanti saya tidak akan merasa sendirian….sebab senantiasa ada Allah
dan… ada jundi kecil yang akan saya jaga sebaik-baiknya …" kataku.
Hening sesaat. Sejenak kulihat kau tertegun. Aku mengerti perasaanmu.
Bukankah sudah lama kau nantikan hadirnya buah cinta kita ?" Abang,…"
sambungku ," bukannya saya sangsi akan keteguhan hati abang, tapi karena
saya tidak ingin isteri dan anakmu ini menjadi fitnah bagi tekad suci
kita. Abang tak boleh surut melangkah. Jangan abang risau karena masih
ada saya yang akan membesarkan anak kita …dan ada Allah yang akan
melindungi kami selalu….." Aku berusaha untuk tetap tegar.
Kusingkirkan jauh-jauh perasaan
iba-kewanitaanku yang kutahu menjadi titik lemahku.Kau rengkuh aku penuh
kasih sayang. " Dinda," ujarmu, " engkau adalah sebaik-baik ni’mat yang
Allah anugerahkan pada ku….."Ah suaramu itu begitu sejuk seperti percik
air surga. Ada rasa damai di hati.Ada rasa hangat menyelinap di
relung-relung jiwa …..Tengah malam belum lagi lewat ketika kita berdua
sama-sama bersujud menghadapkan wajah dan hati kita kepada Allah.
Semburat nur Ilahi serasa meliputi kita berdua.Suamiku, tidak lama
setelah itu engkau benar-benar berangkat….menuju bumi jihad.Ambon manise
hingga kini masih menangis. Bumi Aceh sudah lama merintih. Belum lagi
lagu lama di Palestina, Bosnia, Kosovo, Moro, Azerbaijan, Chechnya dan
belahan bumi lainnya yang menjerit ditikam pisau kezaliman.Berangkatlah,
kekasih. Jangan biarkan serdadu thaghut itu merobek jantung orang-orang
yang lemah dan anak-anak yang tak berdosa. Bila teringat anak kita,
ingat-ingatlah bahwa di sana lebih banyak lagi anak-anak yang terpaksa
lahir sebelum waktunya. Dahsyatnya perang membuat mereka harus cepat
dilahirkan…….
Sementara itu usia
anak kita makin bertambah jua. Gelinjang halus bagai semangat yang
menyelinap ke seluruh sel tubuhku.Mulai terasa ia bergerak dan
menendang-nendang dengan gagahnya seperti kau… yang dengan gagahnya
menyerbu musuh di medan-medan pertempuran.Allahu Akbar !Suamiku, rinduku
padamu bukanlah keinginan untuk bermesra dan memadu kasih, tapi …aku
rindukan suasana beribadah bersamamu. Ingin shalat di belakangmu, ingin
mencium tanganmu , meminta maaf dan berdiskusi denganmu sebab setiap
kata yang terucap dari bibirmu adalah tarbiyah bagiku dan memberiku
kekuatan ketika aku kau tinggalkan…
Bila rindu datang mengganggu, kubuka kembali
buku-bukumu. Terhibur hati ini. Kurasakan seolah-olah kau hadir di
sisiku. Namun terkadang bisikan yang tak kuingini datang juga. Betapa
pintarnya syetan mencari jalan untuk melemahkanku. Teringat aku akan
kata-katamu bahwa cinta Allah mengatasi segalanya. Akupun bermunajat
kepada Allah agar diberi kekuatan dan ketabahan dan semoga Ia
mengampuniku.Bang Jundi, tujuh bulan usia anak kita dalam rahimku ketika
suatu malam aku bermimpi berjumpa denganmu. Kau nampak sangat elok dan
bercahaya. Kulihat rembulan di atasmu, kupandang bergantian antara kau
dan rembulan namun kau nampak lebih indah…… bahkan bintang-bintang pun
tak dapat menandingi parasmu.
Aku
terjaga. Hilang segala sedih dari hatiku. Sejuk perasaanku. Aku pun
bersujud memohon barakah Allah atasmu.Esok harinya seisi rumah kita
nampak bercahaya kemilau. Benderang luar biasa. Semerbak wangi membuatku
terheran-heran. Wanginya…sulit untuk kukatakan. Belum pernah kucium
wangi seharum ini.Sahabat-sahabatku di jalan Allah yang berta’lim di
rumah kita ribut saling bertanya satu sama lain. Tiada seorangpun di
antara kami yang memakai parfum !Baru kudapat jawabnya ketika Ayah dan
seorang sahabatmu berta’ziah ke rumah. Ya, engkau sudah berada di tempat
yang jauh …….Tidak, kekasih. Tidak patah semangatku dengan kepergianmu.
Aku tahu engkau telah menepati janji.Engkau tidak mati! Engkau tetap
hidup!!!!!
" Dan janganlah kamu
mengatakan kepada orang-orang yang gugur di jalan Allah,mati ; bahkan
mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya …."" Di antara
orang-orang mu’min itu ada para rijal yang menepati apa yang mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur ada pula
yang menanti-nanti (giliran) dan mereka sedikitpun tidak mengubah
janjinya." Selamat jalan, bang Jundi. Nantikan aku di sana. Kepergianmu
adalah satu kepastian. Kini, ujian dan derita yang mesti kuhadapi tidak
lagi kurasakan sebagai luka namun bagai angin sejuk yang menyegarkan
semangat juangku. Hari-hari berlalu dalam deru semangat yang tak pernah
pupus. Saat kelahiran anak kita kian dekat. Nyeri yang hebat mulai
melilit-lilit dalam perutku. Aku tak bisa lagi berjalan. Hari itu kubaca
surah Yusuf, surah Maryam, surah Luqman dan surah Muhammad
berulang-ulang. Kuhadiahkan buat anak kita yang bakal lahir. Tak jadi
soal laki-laki atau perempuan. Yang terpenting ia berakhlak mulia dan
menjadi anak yang shalih yang bakal menyambung tugas para nabi,
menyebarkan syi’ar Islam di muka bumi ini.
Ya Allah, tabahkan hatiku. Semoga dosaku akan
turut terhapus dengan lahirnya anak dalam kandunganku ini ……………….Ketika
saatnya tiba, sahabat-sahabat kita yang tulus membawaku ke rumah sakit.
Jerit si buyung yang lahir memecah jagat raya….pekik tangisnya menghapus
segala rasa sakitku. AlhamduliLlah dia selamat. Dia tampan dan gagah
sepertimu…..…dia rijal sepertimu.Saat kutatap anak kita, hatiku
tiba-tiba rawan. Sanggupkah aku menjadi ibu yang baik ???Akupun berbisik
padanya ," Wahai ananda, janganlah kau ikuti sifat ibumu yang buruk.
Milikilah sifat yang terpuji. Engkau adalah harta yang paling
berharga….." Kucium ia penuh kasih disaat tangis pertamanya memecah
bumi.Kunamai anak kita dengan nama yang pernah kau sebut dulu. Semoga
Allah mengabulkan doa dalam nama yang indah itu. Suamiku,Satu langkah
telah kutempuh. Beribu-ribu langkah lagi membentang di hadapanku. Badai
gelombang yang garang harus kuhadapi. onak dan duri yang terserak
sepanjang perjalanan harus kulewati. Angin puting beliung pun harus
kulampaui. Berat memang. Apalagi kuharus melangkah tanpamu. Namun
kuyakin Allah senantiasa melindungiku.
Aku tahu cinta dan nafas perjuanganmu
senantiasa mengisi hatiku. Ada rasa bangga mengenang dirimu.Dengan
‘izzah inilah kan kubesarkan buah hati kita.Kekasihku, Satu lagi janji
harus kupenuhi. Aku ingin menghantarkan anak kita agar dapat menyusulmu.
Kuingin ia pun sampai ke gerbang kecintaan-Nya. Aku akan tetap
melangkah. Selangkah demi selangkah aku menapak. Satu langkah lagi. Ya
satu langkah lagi!
0 komentar:
Posting Komentar