Cinta
yang Takkan Pernah (Mampu) Terbayar
Lutfia, bukan siapa-siapa. Tapi ia menjadi seseorang
yang akan disebut namanya di Surga kelak oleh Yusuf, anak tercintanya.
Dan ia akan menjadi satu-satunya yang direkomendasikan Yusuf, seandainya
Allah memperkenankannya menyebut satu nama yang akan diajaknya tinggal
di Surga, meski Lutfia sendiri nampaknya takkan membutuhkan bantuan
anaknya, karena boleh jadi kunci surga kini telah digenggamnya.
Bagaimana tidak, selama dua
hari Lutfia menggendong anaknya yang berusia belasan tahun mengelilingi
Kota Makassar untuk mencari bantuan, sumbangan dan belas kasihan dari
warga kota, mengumpulkan keping kebaikan dan mengais kedermawanan
orang-orang yang dijumpainya, sekadar mendapatkan sejumlah uang untuk
biaya operasi anaknya yang menderita cacat fisik dan psikis sejak lahir.
Tubuh Yusuf,
anak tercintanya yang seberat lebih dari 40 kg tak membuat lelah kaki
Lutfia, juga tak menghentikan langkahnya untuk terus menyusuri kota.
Tangannya terlihat gemetar setiap menerima sumbangan dari orang-orang
yang ditemuinya di jalan, sambil sesekali membetulkan posisi gendongan
anaknya. Sementara Yusuf yang cacat, takkan pernah mengerti kenapa
ibunya membawanya pergi berjalan kaki menempuh ribuan kilometer,
menantang sengatan terik matahari, sekaligus ratusan kali menelan ludah
untuk membasahi kerongkongannya yang kering sekering air matanya yang
tak lagi sanggup menetes.
Ribuan kilo sudah disusuri, jutaan orang sudah dijumpai, tak
terbilang kalimat pinta yang terucap seraya menahan malu. Sungguh,
sebuah perjuangan yang takkan pernah bisa dilakukan oleh siapa pun di
muka bumi ini kecuali seorang makhluk Tuhan bernama; Ibu. Ia tak sekadar
menampuk beban seberat 40 kg, tak henti mengukur jalan sepanjang kota
hingga batas tak bertepi, tetapi ia juga harus menyingkirkan rasa
malunya dicap sebagai peminta-minta, sebuah predikat yang takkan pernah
mau disandang siapapun. Tetapi semua dilakukannya demi cintanya kepada
si buah hati, untuk melihat kesembuhan anak tercinta, tak peduli
seberapa besar yang didapat.
Tidak, ia tak pernah berharap apa pun jika kelak
anaknya sembuh. Ia tak pernah meminta anaknya membayar setiap tetes
peluhnya yang berjatuhan di setiap jengkal tanah dan aspal yang
dilaluinya, semua letih yang menderanya sepanjang jalan menyusuri kota.
Ibu takkan memaksa anaknya mengobati luka di kakinya, tak mungkin juga
si anak mengganti dengan seberapa pun uang yang ditawarkan untuk setiap
hembusan nafasnya yang tak henti tersengal.
Lutfia, adalah contoh ibu yang boleh
jadi semua malaikat di langit akan mengagungkan namanya, yang menjadi
alasan tak terbantahkan ketika Rasulullah menyebut "ibu" sebagai orang
yang menjadi urutan pertama hingga ketiga untuk dilayani, dihormati, dan
tempat berbakti setiap anak. Lutfia, barangkali telah menggenggam satu
kunci surga lantaran cinta dan pengorbanannya demi Yusuf, anak
tercintanya. Bahkan mungkin senyum Allah dan para penghuni langit
senantiasa mengiringi setiap hasta yang mampu dicapai ibu yang
mengagumkan itu.
Sungguh, cintanya takkan pernah terbalas oleh siapapun, dengan apapun,
dan kapanpun. Siapakah yang lebih memiliki cinta semacam itu selain ibu?
Wallaahu 'a'lam
Jumat, 08 Juni 2012
cerita islami part 5
14.28
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar